Selasa, 05 Juni 2012

ISLAM MODERNIS DI INDONESIA


ISLAM MODERNIS DI INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Dinamika Gerakan Islam”
Oleh:
Mahyudi Efendi
( 153 101 011)
Dosen Pengampu:
Rendra Khaldun, M. Ag
INATITUT AGAMA ISLAM NEGRI MATARAM
( IAIN ) MATARAM
2010 / 2011

Pendahuluan
Islam modernis yang seringkali dikelompokkan sebagai kebalikan dari Islam tradisional merupakan corak paham ke-Islaman yang mulai intensif penggunaannya pada awal abad ke-20M. yaitu setelah timbulnya gerakan pembaharuan Islam yang terjadi di beberapa negara mayoritas berpenduduk Islam, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki, Indonesia, dan Pakistan.
Paham corak ke-Islaman yang pada umumnya banyak dianut oleh kalangan muda terpelajar ini seringkali mendapat tantangan bahkan kecurigaan dari kalangan Islam tradisional yang terdiri dari kaum tua. Diantara kecurigaan tersebut adalah khawatir paham ke-Islaman modernis yang dibawa kaum muda terpelajar menyimpang dari al-Qur’an dan tutunan Rasulullah SAW. Dalam sejarah tercatat, bahwa pertentangan antara kaum tua dan kaum muda ini pernah mengambil bentuk konflik terbuka, sebagaimana yang terjadi di minangkabau pada awal abad ke-20M.
Dengan semakin banyaknya perguruan tinggi Islam dan para kaum muda lulusan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri, khususnya Eropa dan Amerika, jumlah kelompok muda kalangan Islam modernis ini makin banyak jumlahnya. Mereka ini sering mengklaim sebagai kelompok yang paling sesuai paham ke-Islamannya dengan tuntutan zaman.
Seiring dengan permasalahan tersebut di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas sekilas tentang pengertian Islam modernis, latar belakang timbulnya Islam modernis, dan Islam modernis di Indonesia.


A. Islam Modernis

  Paham keislaman mulai marak pada abad ke-20 setelah terjadinya
  pembaruan Islam di beberapa negara mayoritas Islam, seperti Saudi
  Arabia, Mesir, Turki, Indonesia, dan Pakistan. Paham ini banyak
  dianut oleh kalangan muda terpelajar dan sering kali mendapat
  tantangan, bahkan kecurigaan dari kalangan Islam Tradisional.

  Kata modernis berasal dari bahasa Inggris, "modernistic", yang
  berarti model baru. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia, kata
  modernis diartikan sebagai yang terbaru, cara baru, mutakhir.
  Selanjutnya, kata modern erat pengertiannya dengan kata modernisasi
  yang berarti pembaharuan atau "tajdid" dalam bahasa Arabnya.

  Islam Modernis adalah paham keislaman yang didukung oleh sikap yang
  rasional, ilmiah, serta sejalan dengan Al-Qur'an dan Hadist. Ini
  dapat diartikan berpikir secara dinamis, progresif, dan sesuai
  dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

  Gerakan Islam Modernis muncul dalam rangka menyesuaikan paham-paham
  keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang adalah hasil kemajuan
  ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan jalan ini, para
  pemimpin Islam Modernis berharap dapat melepaskan umat Islam dari
  kemunduran untuk dibawa kepada kemajuan.

B. Islam Aktual

  Islam Aktual merupakan salah satu corak pemahaman keislaman yang
  banyak dianut di kalangan muda terpelajar. Kata aktual berasal dari
  bahasa Inggris, "actual", yang berarti keadaan yang sebenarnya,
  memang betul-betul, dan sesungguhnya.

  Islam Aktual mengakui bahwa Al-Qur'an berpotensi dan ideal dalam
  meletakkan dasar-dasar bagi pegangan hidup. Namun dalam
  kenyataannya, ajaran Islam dalam bidang ekonomi, akhlak, akidah,
  politik, sosial, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan sebagainya, tidak
  diaktualisasikan ajaran tersebut secara empiris.
C. Islam Modernis Di Indonesia
1. Pengertian Islam modernis
Kata modernis yang berada di belakang kata Islam, berasal dari bahasa inggris modernistic yang berarti model baru. Selanjutnya dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang terbaru (se) cara baru, mutakhir.
Selanjutnya kata modern erat pula kaitannya dengan kata modernisasi yang berarti pembaharuan atau tajdid dalam bahasa Arabnya. Dalam masyarakat barat modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dalam Islam modernisasi berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikaran dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikaran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat dan bukan memperbaharui atau mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Yang diubah atau diperbaharui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadits tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian yang identik atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak akliah (rasional), dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang akliah. Jadi sesuatu dapat disebut modern kalau ia beersifat rasional, ilmiah, dan bersesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam alam.
Berdasarkan uraian tersebut kiranya dapat diperoleh suatu pemaham bahwa yang dimaksud denhan Islam modernis adalah paham ke-Islaman yang didukung oleh sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan dengan hukum-hukum Tuhan baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun dalam alam raya berupa Sunatullah. Islam modernis berarti pula Islam yang dalam pemikirannya bersifat dinamis, progressif dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Latar belakang timbulnya Islam modernis
Islam modernis timbul diperiode sejarah Islam yang disebut modern dan mempunyai tujuan untuk membawa umat Islam kepada kemajuan. Sebagai halnya di Barat, di dunia Islam gerakan Islam modernis timbul dalam rangka menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern mengharapkan akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran, untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Islam modernis juga timbul sebagai respon tehadap berbagai keterbelakangan yang dialami oleh umat Islam, seperti keterbelakangan dalam bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini dinilai tidak sejalan dengan Islam sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam kedua sumber ajaran tersebut, Islam digambarkan sebagai agama yang membawa kepada kemajuan dalam segala bidang, untuk tercipta kemaslahatan umat. Namun dalam kenyataannya umat Islam tidak memperlihatkan sikapnya yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah itu. Jika demikian adanya, maka diduga terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam memahami al-Qur’an dan al-Sunnah tersebut, serta adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekeliruan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa latar belakang timbulnya Islam modernis adalah sebagai respon kepedulian terhadap upaya mengatasi berbagai keterbelakangan umat Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu mencari sebab-sebab kemunduran dan keterbelakangan tersebut, seperti karena meninggalkan al-Qur’an dan al-Sunnah, lemahnya persaudaraan, pertikaian politik, sikap pasrah atau jumud serta karena mengikuti bid’ah, khurafat dan takhayyul. Dengan demikian inti dari munculnya Islam modernis adalah perlunya dibuka kembali pintu ijtihad. Dengan cara demikian, ajaran Islam tidak hanya responsip terhadap berbagai masalah aktual yang muncul ditengah-tengah masyarakat, juga akan terjadi reinterpretasi terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah, revitalisasi terhadap posisi umat Islam, dan reformulasi terhadap berbagai produk pemikiran ulama masa lalu.
Upaya untuk melakukan pembaharuan pemukiran Islam melalui ijtihad tersebut, bukanlah masalah yang mudah, karena selain memerlukan persyaratan keilmuan, kepribadian dan keberanian, juga akan menghadapi tantangan dari kelompok yang menghendaki kelestarian tradisi lama (status quo) tanpa mempertanyakan apakah tradisi tersebut sejalan dengan ajaran Islam atau tidak.
3. Islam modernis di Indonesia
Islam modernis di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak awal abad kedua puluh. Pada tahun 1906 misalnya muncul apa yang disebut kelompok muda di Sumatera Barat, tepatnya di Minangkabau. Mereka itu adalah Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), Haji Abdullah Ahmad, dan Syaikh Daud Rasyidi. Kelompok ini mendapat tantangan keras dari kelompok tua yang terdiri dari Syaikh Khatib Ali, Khatib Sayyidina, Syaikh Bayang, Syaikh Seberang, Imam Masjid Ganting, dan Syaikh Abbas. Kelompok Islam modernis yang terdiri dari kaum ulama dan cendikiawan tersebut sering melakukan protes terhadap struktur kekuasaan adat yang tidak memberikan tempat kepada mereka.
Selanjutnya paham Islam modernis dikembangkan dan dimasyarakatkan lebih sungguh-sungguh oleh Harun Nasution melalui Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, lembaga di mana yang bersangkutan sebagai dosen dan orang nomor satu, yakni sebagai Rektor dari sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 1985. Melalui karya-karyanya beliau berusaha menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam modernis, apa tujuan serta programnya dan sebagainya. Pemikiran Harun Nasution ini banyak diikuti oleh para mahasiswa di IAIN Jakarta dan perguruan tinggi lainnya, tempat di mana ia mengabdikan ilmunya. Alumni IAIN Jakarta seperti Fachry Ali, Komaruddin Hidayat, Atho Mudzhar, Hadi Mulyo, Mansur Faqih, Azyumardi Azra, Saeful Muzani, Abuddin Nata, Sudirman Teba dan lainnya adalah murid-murid beliau yang hingga kini tetap komitmen dan mensosialisasikan paham Islam modernis tersebut.
Pemikiran Islam modernis lebih lanjut dikembangkan dan dimasyarakatkan dengan penuh agresivitas oleh Nurcholish Madjid melalui berbagai karyanya. Dalam berbagai karyanya itu Nurcholish Madjid mengatakan bahwa bagi seorang muslim modernisasi adalah suatu keharusan-bahkan suatu kewajiban mutlak. Modernisasi adalah perintah dan ajaran Tuhan.
Ide-ide Islam modernis selanjutnya diperkenalkan oleh Mukti Ali, Deliar Noer dan Munawir Sjadzali. Dalam bukunya yang berjudul Islam Dan Sekularisme Di Turki Modern, dan Alam Pikiran Islam Modern Di India Dan Pakistan, Mukti Ali dengan panjang lebar membahas pemikiran Islam modernis dari tokoh-tokoh Turki seperti Ziya Gokalp (lahir 1875M) dan Kemal Attaturk; dan tokoh dari India dan Pakistan seperti Sayyid Ahmad Khan, Hali, Mohsinul Mulk, Viqarul Mulk, Syibli, Sayyid Amir Ali, Abul Kalam Azad, Maulana Muhammad Ali, Iqbal, Muhammad Ali Jinnah, Liaquat Ali Khan, dan Maulana Sayid Abul Ala al-Maududi. Menurut Ziya Gokalp, bahwa Islam sejalan dengan peradaban modern, sekalipun banyak dari orang-orang yang sekurun zaman dengan dia mempunyai pendapat yang berbeda.
Selanjutnya pemikiran Deliar Noer dapat dipelajari antara lain dalam bukunya yang berjudul Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1945. Dalam buku ini Deliar Noer secara mendalam memaparkan pemikiran Islam modernis yang berasal dari para tokoh Minangkabau seperti Syaikh Ahmad Khatib (lahir 1855), Syaikh Muhammad Djamil Djambek (lahir 1860) dan Haji Abdullah Ahmad (lahir 1878). Setelah itu diikuti dengan uraian pemikiran Islam modernis dari tokoh-tokoh Muhammadiyah (didirikan tahun 1912M), persatuan Islam (didirikan tahun 1920M) dan sarekat Islam (didirikan tahun 1912). Dalam buku tersebut secara eksplisit Deliar Noer tidak memperlihatkan sikapnya sebagai Islam modernis. Namun dari kesungguhannya membahas gerakan modern Islam di Indonesia ini selain ia ingin menunjukkan tentang eksistensi dan peranan kaum Islam modernis di Indonesia dalam pencaturan politik dan sosial, juga mengandung missi agar gerakan Islam modernis tersebut dilanjutkan oleh umat Islam lainnya.
Semantara itu pemikiran Islam modernis dari H. Munawir Sjadzali dapat dijumpai dalam bukunya yang berjudul Islam Dan Tata Negara. Dalam buku tersebut Munawir Sjadzali antara lain mengatakan bahwa dalam kitab suci umat Islam itu terdapat seperangkat prinsip dan tata nilai etika bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Al-Qur’an antara lain mengajarkan prinsip tauhid, permusyawaratan dalam mencari pemecahan masalah-masalah bersama, ketaatan kepada pemimpin, persamaan, keadilan, kebebasan  beragama dan sikap saling menghormati dalam hubungan antara umat-umat dari berbagai agama.
Pemikiran Islam modernis dari Munawir Sjadzali lebih lanjut dapat dilihat pada gagasan-gagasannya yang berkaitan dengan hukum waris. Dalam bidang waris ini, ia mencoba ingin keluar dari ketentuan pembagian warisan yang didasarkan pada al-Qur’an, dengan bernaung kepada ketentuan ayat dalam al-Qur’an lainya. Dengan kata lain ia ingin lari dari satu ayat kemudian masuk atau bernaung kepada ayat lain yang juga terdapat di dalam al-Qur’an. Contoh dalam kasus ini antara lain berkaitan dengan pembagian waris bagi kaum laki-laki yang jumlahnya dua kali lipat dari pembagian waris kaum wanita. Dalam kondisi masyarakat yang modern, dan memungkinkan wanita dapat memperoleh pendapatan yang lebih tinggi  dari kaum pria, Munawir melihat bahwa pembagian tersebut terasa kurang adil. Sedangkan di dalam al-Qur’an banyak sekali dijumpai ayat yang menyuruh berbuat keadilan.
Dengan mengemukakan uraian tersebut di atas, dapat diketahui dengan jelas bahwa Islam modernis di Indonesia benar-benar eksis dan memiliki peranan dan fungsi yang amat strategis di Indonesia. Keterlibatan mereka dapat memberikan kontribusi secara nyata dalam memecahkan berbagai masalah sosial, ekonomi dan politik yang dilakukan melalui organisasi, media massa dan lain sebagainya tidak dapat dibantah, sejarah mencatat bahwa perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Jepang dimitori oleh kalangan Islam modernis. Peran dan fungsi strategis dari kelompok Islam modernis ini semakin dituntut lebih besar lagi, mengingat banyak sekali masalah-masalah krusial yang mendesak untuk dicarikan pemecahannya.

C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Islam modernis adalah kelompok umat Islam yang menghendaki agar ajaran Islam mampu memberikan kontribusi secara nyata dalam memecakan berbagai masalah sosial sepanjang zaman dan dimanapun. Untuk itu ajaran Islam yang digali dari al-Qur’an dan al-Sunnah harus ditinjau ulang setiap zaman untuk dilihat secara kritis apakah pemikiran tersebut masih cocok atau sudah tertinggal.
Sejalan dengan itu, maka Islam modernis menghendaki agar pintu ijtihad tetap dibuka, dan umat Islam yang memiliki kemampuan dan kepribadian yang baik agar tidak ragu-ragu untuk berijtihad bagi kepentingan umat. Dengan cara demikianlah ajaran Islam tetap relevan sepanjang zaman.


DAFTAR PUSTAKA
Ali, H.A. Mukti, Islam Dan Sekularisme Di Turki Modern. Jakarta: Djambatan, 1994.
Al-Qur’an Dan Terjemahnya
Echols, John M. Dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1979.
Hassan, Muhammad Kamal, Modernisasi Indonesia Respon Cendikiawan Muslim. Jakarta: Lingkaran Studi Islam, 1987.
Koto, Alaidin, Pemikiran Politik Perti. Jakarta: Nimas Mutiara, 1997.
Madjid, Nurcholish, Islam Kemodernan Dan Ke-Islaman. Bandumg: Mizan, 1993.
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Nata, Abuddin, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1945. Jakarta: LP3ES, 1982.
Sjadzali, Munawir, Islam Dan Tata Negara. Jakarta: UI Press, 1990.
W.j.s. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991.

Alaidin Koto, Pemikiran Politik Perti (Jakarta: Nimas Mutiara, 1997), 24-26
John M. Echols Dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1979), 384
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 653
Lihat Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 9
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan Dan Ke-Islaman (Bandumg: Mizan, 1993), 172
Ibid., 172
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan., 10
Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 164
Lihat Muhammad Kamal Hassan, Modernisasi Indonesia Respon Cendikiawan Muslim (Jakarta: Lingkaran Studi Islam, 1987), 30
H.A. Mukti Ali, Islam Dan Sekularisme Di Turki Modern (Jakarta: Djambatan, 1994), 67
Lihat Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1945 (Jakarta: LP3ES, 1982), 38-104
Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara (Jakarta: UI Press, 1990), 233
Allah mewasiatkan kamu sekalian tentang pembagian (waris) untuk anak-anak kamu, yaitu bagi seorang anak laki-laki memperoleh bagian dua kali lipat dari anak perempuan.(QS. An-Nisa’ 4:11)
Di antara ayat yang menyuruh berbuar adil adalah: sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, kebaikan dan memberikan sesuatu kepada kerabatnya. (QS. Al-Nahl, 16:90).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar