ISLAM MODERNIS DI INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Dinamika Gerakan Islam”
Oleh:
Mahyudi Efendi
( 153 101 011)
Dosen Pengampu:
Rendra Khaldun, M. Ag
INATITUT AGAMA ISLAM NEGRI MATARAM
( IAIN ) MATARAM
2010 / 2011
Pendahuluan
Islam modernis yang seringkali
dikelompokkan sebagai kebalikan dari Islam tradisional merupakan corak paham
ke-Islaman yang mulai intensif penggunaannya pada awal abad ke-20M. yaitu
setelah timbulnya gerakan pembaharuan Islam yang terjadi di beberapa negara
mayoritas berpenduduk Islam, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki, Indonesia, dan
Pakistan.
Paham corak ke-Islaman yang pada umumnya
banyak dianut oleh kalangan muda terpelajar ini seringkali mendapat tantangan
bahkan kecurigaan dari kalangan Islam tradisional yang terdiri dari kaum tua.
Diantara kecurigaan tersebut adalah khawatir paham ke-Islaman modernis yang
dibawa kaum muda terpelajar menyimpang dari al-Qur’an dan tutunan Rasulullah
SAW. Dalam sejarah tercatat, bahwa pertentangan antara kaum tua dan kaum muda
ini pernah mengambil bentuk konflik terbuka, sebagaimana yang terjadi di
minangkabau pada awal abad ke-20M.
Dengan semakin banyaknya perguruan
tinggi Islam dan para kaum muda lulusan perguruan tinggi di dalam dan luar
negeri, khususnya Eropa dan Amerika, jumlah kelompok muda kalangan Islam
modernis ini makin banyak jumlahnya. Mereka ini sering mengklaim sebagai
kelompok yang paling sesuai paham ke-Islamannya dengan tuntutan zaman.
Seiring dengan permasalahan tersebut di
atas, maka dalam makalah ini akan dibahas sekilas tentang pengertian Islam
modernis, latar belakang timbulnya Islam modernis, dan Islam modernis di
Indonesia.
A. Islam
Modernis
Paham keislaman mulai marak pada abad ke-20
setelah terjadinya
pembaruan Islam di beberapa negara
mayoritas Islam, seperti Saudi
Arabia, Mesir, Turki, Indonesia, dan
Pakistan. Paham ini banyak
dianut oleh kalangan muda terpelajar dan
sering kali mendapat
tantangan, bahkan kecurigaan dari kalangan
Islam Tradisional.
Kata modernis berasal dari bahasa Inggris,
"modernistic", yang
berarti model baru. Sedangkan dalam kamus
bahasa Indonesia, kata
modernis diartikan sebagai yang terbaru,
cara baru, mutakhir.
Selanjutnya, kata modern erat pengertiannya
dengan kata modernisasi
yang berarti pembaharuan atau
"tajdid" dalam bahasa Arabnya.
Islam Modernis adalah paham keislaman yang
didukung oleh sikap yang
rasional, ilmiah, serta sejalan dengan
Al-Qur'an dan Hadist. Ini
dapat diartikan berpikir secara dinamis,
progresif, dan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Gerakan Islam Modernis muncul dalam rangka
menyesuaikan paham-paham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru
yang adalah hasil kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan jalan ini, para
pemimpin Islam Modernis berharap dapat
melepaskan umat Islam dari
kemunduran untuk dibawa kepada kemajuan.
B. Islam
Aktual
Islam Aktual merupakan salah satu corak
pemahaman keislaman yang
banyak dianut di kalangan muda terpelajar.
Kata aktual berasal dari
bahasa Inggris, "actual", yang
berarti keadaan yang sebenarnya,
memang betul-betul, dan sesungguhnya.
Islam Aktual mengakui bahwa Al-Qur'an
berpotensi dan ideal dalam
meletakkan dasar-dasar bagi pegangan hidup.
Namun dalam
kenyataannya, ajaran Islam dalam bidang
ekonomi, akhlak, akidah,
politik, sosial, ilmu pengetahuan,
kebudayaan, dan sebagainya, tidak
diaktualisasikan ajaran tersebut secara
empiris.
|
C. Islam Modernis Di Indonesia
1. Pengertian Islam modernis
Kata modernis yang berada di
belakang kata Islam, berasal dari bahasa inggris modernistic yang
berarti model baru. Selanjutnya dalam kamus umum
bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang terbaru (se) cara
baru, mutakhir.
Selanjutnya kata modern erat pula
kaitannya dengan kata modernisasi yang berarti pembaharuan
atau tajdid dalam bahasa Arabnya. Dalam masyarakat barat
modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah
paham-paham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern.
Dalam Islam modernisasi berarti upaya
yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman,
pemikaran dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikaran
terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian yang
diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat dan bukan memperbaharui atau
mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Yang diubah atau
diperbaharui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadits tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah
pengertian yang identik atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi.
Dan hal itu berarti proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak
akliah (rasional), dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru
yang akliah. Jadi sesuatu dapat disebut modern kalau ia
beersifat rasional, ilmiah, dan bersesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku
dalam alam.
Berdasarkan uraian tersebut kiranya
dapat diperoleh suatu pemaham bahwa yang dimaksud denhan Islam modernis adalah
paham ke-Islaman yang didukung oleh sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan
dengan hukum-hukum Tuhan baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun dalam alam
raya berupa Sunatullah. Islam modernis berarti pula Islam yang dalam
pemikirannya bersifat dinamis, progressif dan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
2. Latar belakang timbulnya Islam
modernis
Islam modernis timbul diperiode
sejarah Islam yang disebut modern dan mempunyai tujuan untuk membawa umat Islam
kepada kemajuan. Sebagai halnya di Barat, di dunia Islam gerakan Islam modernis
timbul dalam rangka menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan
perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern mengharapkan akan
dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran, untuk selanjutnya dibawa
kepada kemajuan.
Islam modernis juga timbul sebagai
respon tehadap berbagai keterbelakangan yang dialami oleh umat Islam, seperti
keterbelakangan dalam bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan,
politik dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini dinilai tidak sejalan dengan
Islam sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam kedua sumber
ajaran tersebut, Islam digambarkan sebagai agama yang membawa kepada kemajuan
dalam segala bidang, untuk tercipta kemaslahatan umat. Namun dalam kenyataannya
umat Islam tidak memperlihatkan sikapnya yang sejalan dengan al-Qur’an dan
al-Sunnah itu. Jika demikian adanya, maka diduga terdapat kekeliruan dan
kesalahan dalam memahami al-Qur’an dan al-Sunnah tersebut, serta adanya
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekeliruan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat
bahwa latar belakang timbulnya Islam modernis adalah sebagai respon kepedulian
terhadap upaya mengatasi berbagai keterbelakangan umat Islam. Upaya tersebut
dilakukan dengan terlebih dahulu mencari sebab-sebab kemunduran dan
keterbelakangan tersebut, seperti karena meninggalkan al-Qur’an dan al-Sunnah,
lemahnya persaudaraan, pertikaian politik, sikap pasrah atau jumud serta karena
mengikuti bid’ah, khurafat dan takhayyul. Dengan demikian inti dari munculnya
Islam modernis adalah perlunya dibuka kembali pintu ijtihad. Dengan cara
demikian, ajaran Islam tidak hanya responsip terhadap berbagai masalah aktual
yang muncul ditengah-tengah masyarakat, juga akan terjadi reinterpretasi
terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah, revitalisasi terhadap posisi umat Islam, dan
reformulasi terhadap berbagai produk pemikiran ulama masa lalu.
Upaya untuk melakukan pembaharuan
pemukiran Islam melalui ijtihad tersebut, bukanlah masalah yang mudah, karena
selain memerlukan persyaratan keilmuan, kepribadian dan keberanian, juga akan
menghadapi tantangan dari kelompok yang menghendaki kelestarian tradisi lama
(status quo) tanpa mempertanyakan apakah tradisi tersebut sejalan dengan ajaran
Islam atau tidak.
3. Islam modernis di Indonesia
Islam modernis di Indonesia
sebenarnya sudah muncul sejak awal abad kedua puluh. Pada tahun 1906 misalnya
muncul apa yang disebut kelompok muda di Sumatera Barat, tepatnya di
Minangkabau. Mereka itu adalah Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), Haji
Abdullah Ahmad, dan Syaikh Daud Rasyidi. Kelompok ini mendapat tantangan keras
dari kelompok tua yang terdiri dari Syaikh Khatib Ali, Khatib Sayyidina, Syaikh
Bayang, Syaikh Seberang, Imam Masjid Ganting, dan Syaikh Abbas. Kelompok Islam
modernis yang terdiri dari kaum ulama dan cendikiawan tersebut sering melakukan
protes terhadap struktur kekuasaan adat yang tidak memberikan tempat kepada
mereka.
Selanjutnya paham Islam modernis
dikembangkan dan dimasyarakatkan lebih sungguh-sungguh oleh Harun Nasution
melalui Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
lembaga di mana yang bersangkutan sebagai dosen dan orang nomor satu, yakni
sebagai Rektor dari sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 1985. Melalui
karya-karyanya beliau berusaha menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam
modernis, apa tujuan serta programnya dan sebagainya. Pemikiran Harun Nasution
ini banyak diikuti oleh para mahasiswa di IAIN Jakarta dan perguruan tinggi
lainnya, tempat di mana ia mengabdikan ilmunya. Alumni IAIN Jakarta seperti
Fachry Ali, Komaruddin Hidayat, Atho Mudzhar, Hadi Mulyo, Mansur Faqih,
Azyumardi Azra, Saeful Muzani, Abuddin Nata, Sudirman Teba dan lainnya adalah
murid-murid beliau yang hingga kini tetap komitmen dan mensosialisasikan paham
Islam modernis tersebut.
Pemikiran Islam modernis lebih lanjut
dikembangkan dan dimasyarakatkan dengan penuh agresivitas oleh Nurcholish
Madjid melalui berbagai karyanya. Dalam berbagai karyanya itu Nurcholish Madjid
mengatakan bahwa bagi seorang muslim modernisasi adalah suatu keharusan-bahkan
suatu kewajiban mutlak. Modernisasi adalah perintah dan ajaran Tuhan.
Ide-ide Islam modernis selanjutnya
diperkenalkan oleh Mukti Ali, Deliar Noer dan Munawir Sjadzali. Dalam bukunya
yang berjudul Islam Dan Sekularisme Di Turki Modern, dan Alam
Pikiran Islam Modern Di India Dan Pakistan, Mukti Ali dengan panjang lebar
membahas pemikiran Islam modernis dari tokoh-tokoh Turki seperti Ziya Gokalp
(lahir 1875M) dan Kemal Attaturk; dan tokoh dari India dan Pakistan seperti
Sayyid Ahmad Khan, Hali, Mohsinul Mulk, Viqarul Mulk, Syibli, Sayyid Amir Ali,
Abul Kalam Azad, Maulana Muhammad Ali, Iqbal, Muhammad Ali Jinnah, Liaquat Ali
Khan, dan Maulana Sayid Abul Ala al-Maududi. Menurut Ziya Gokalp, bahwa Islam
sejalan dengan peradaban modern, sekalipun banyak dari orang-orang yang sekurun
zaman dengan dia mempunyai pendapat yang berbeda.
Selanjutnya pemikiran Deliar Noer dapat
dipelajari antara lain dalam bukunya yang berjudul Gerakan Modern Islam
Di Indonesia 1900-1945. Dalam buku ini Deliar Noer secara mendalam
memaparkan pemikiran Islam modernis yang berasal dari para tokoh Minangkabau
seperti Syaikh Ahmad Khatib (lahir 1855), Syaikh Muhammad Djamil Djambek (lahir
1860) dan Haji Abdullah Ahmad (lahir 1878). Setelah itu diikuti dengan uraian
pemikiran Islam modernis dari tokoh-tokoh Muhammadiyah (didirikan tahun 1912M),
persatuan Islam (didirikan tahun 1920M) dan sarekat Islam (didirikan tahun
1912). Dalam buku tersebut secara eksplisit Deliar Noer
tidak memperlihatkan sikapnya sebagai Islam modernis. Namun dari kesungguhannya
membahas gerakan modern Islam di Indonesia ini selain ia ingin menunjukkan
tentang eksistensi dan peranan kaum Islam modernis di Indonesia dalam
pencaturan politik dan sosial, juga mengandung missi agar gerakan Islam
modernis tersebut dilanjutkan oleh umat Islam lainnya.
Semantara itu pemikiran Islam modernis
dari H. Munawir Sjadzali dapat dijumpai dalam bukunya yang berjudul Islam
Dan Tata Negara. Dalam buku tersebut Munawir Sjadzali antara lain
mengatakan bahwa dalam kitab suci umat Islam itu terdapat seperangkat prinsip
dan tata nilai etika bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Al-Qur’an
antara lain mengajarkan prinsip tauhid, permusyawaratan dalam mencari pemecahan
masalah-masalah bersama, ketaatan kepada pemimpin, persamaan, keadilan,
kebebasan beragama dan sikap saling menghormati dalam hubungan antara
umat-umat dari berbagai agama.
Pemikiran Islam modernis dari Munawir
Sjadzali lebih lanjut dapat dilihat pada gagasan-gagasannya yang berkaitan
dengan hukum waris. Dalam bidang waris ini, ia mencoba ingin keluar dari
ketentuan pembagian warisan yang didasarkan pada al-Qur’an, dengan bernaung
kepada ketentuan ayat dalam al-Qur’an lainya. Dengan kata lain ia ingin lari
dari satu ayat kemudian masuk atau bernaung kepada ayat lain yang juga terdapat
di dalam al-Qur’an. Contoh dalam kasus ini antara lain berkaitan dengan
pembagian waris bagi kaum laki-laki yang jumlahnya dua kali lipat dari pembagian
waris kaum wanita. Dalam kondisi masyarakat yang
modern, dan memungkinkan wanita dapat memperoleh pendapatan yang lebih
tinggi dari kaum pria, Munawir melihat bahwa pembagian tersebut terasa
kurang adil. Sedangkan di dalam al-Qur’an banyak sekali dijumpai ayat yang
menyuruh berbuat keadilan.
Dengan mengemukakan uraian tersebut di
atas, dapat diketahui dengan jelas bahwa Islam modernis di Indonesia
benar-benar eksis dan memiliki peranan dan fungsi yang amat strategis di
Indonesia. Keterlibatan mereka dapat memberikan kontribusi secara nyata dalam
memecahkan berbagai masalah sosial, ekonomi dan politik yang dilakukan melalui
organisasi, media massa dan lain sebagainya tidak dapat dibantah, sejarah
mencatat bahwa perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan
Jepang dimitori oleh kalangan Islam modernis. Peran dan fungsi strategis dari
kelompok Islam modernis ini semakin dituntut lebih besar lagi, mengingat banyak
sekali masalah-masalah krusial yang mendesak untuk dicarikan pemecahannya.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Islam modernis adalah kelompok umat
Islam yang menghendaki agar ajaran Islam mampu memberikan kontribusi secara
nyata dalam memecakan berbagai masalah sosial sepanjang zaman dan dimanapun.
Untuk itu ajaran Islam yang digali dari al-Qur’an dan al-Sunnah harus ditinjau
ulang setiap zaman untuk dilihat secara kritis apakah pemikiran tersebut masih
cocok atau sudah tertinggal.
Sejalan dengan itu, maka Islam modernis
menghendaki agar pintu ijtihad tetap dibuka, dan umat Islam yang memiliki
kemampuan dan kepribadian yang baik agar tidak ragu-ragu untuk berijtihad bagi
kepentingan umat. Dengan cara demikianlah ajaran Islam tetap relevan sepanjang
zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H.A. Mukti, Islam Dan
Sekularisme Di Turki Modern. Jakarta: Djambatan, 1994.
Al-Qur’an Dan Terjemahnya
Echols, John M. Dan Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1979.
Hassan, Muhammad Kamal, Modernisasi
Indonesia Respon Cendikiawan Muslim. Jakarta: Lingkaran Studi Islam, 1987.
Koto, Alaidin, Pemikiran Politik
Perti. Jakarta: Nimas Mutiara, 1997.
Madjid, Nurcholish, Islam
Kemodernan Dan Ke-Islaman. Bandumg: Mizan, 1993.
Nasution, Harun, Pembaharuan
Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Nata, Abuddin, Peta Keragaman
Pemikiran Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Noer, Deliar, Gerakan Modern
Islam Di Indonesia 1900-1945. Jakarta: LP3ES, 1982.
Sjadzali, Munawir, Islam Dan
Tata Negara. Jakarta: UI Press, 1990.
W.j.s. Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Lihat Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 9
Abuddin
Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2001), 164
Lihat Muhammad
Kamal Hassan, Modernisasi Indonesia Respon Cendikiawan Muslim
(Jakarta: Lingkaran Studi Islam, 1987), 30
Allah
mewasiatkan kamu sekalian tentang pembagian (waris) untuk anak-anak kamu, yaitu
bagi seorang anak laki-laki memperoleh bagian dua kali lipat dari anak
perempuan.(QS. An-Nisa’ 4:11)
Di antara ayat
yang menyuruh berbuar adil adalah: sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat
adil, kebaikan dan memberikan sesuatu kepada kerabatnya. (QS. Al-Nahl, 16:90).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar