Makalah fiqih
BAB
WALINIKAH
Disusun
oleh:
Mahyudi Efendi
(153 101
011)
Dosen
pembimbing;
Drs. H. L. Sohimun Faisol, MA/H. Masruri, MA
Fakultas Dakwah
Program
studi Fiqif
IAIN MATARAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI MATARAM
2010/2011
KATA PENGANTAR
Segalapuji bagi Allah Tuhansemesta alam
yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini degan sebaik –baiknya
Sholawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi muhammad saw yang
telah menjadi suri tauladan bagi umat manusia sehingga sampai detik ini kami
masih merasakan indahnya iman dan islam.
Taklupa
kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu
terselesaikanya makalah ini .
Mungkin
makalah ini kurang dari sempurna jadi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya
makalah
ini dibuat untuk tugas kuliyah mata kuliyah FIQIH
Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang mau membacanya sehingga ini
menjadi amal jariah bagi kami.
Kami mohon saran
dan kritik yang membagun sehingga kami dapat memberikan yang terbaik lagi.
Untuk kelanjutan studi kami.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………..
PENGERTIAN
DAN SYARAT WALI
A.PENGERTIAN WALI………………………………………………
B.SYARAT –SYARAT WALI………………………………………..
B.MACAM- MACAM WALI………………………………………….
WALI MUJBIR…………………………………………………………
WALI HAKIM…………………………………………………………
C.GHARIBNYA WALI………………………………………………
DIAKADKAN 2 ORANG WALI…………………………………….
PEREMPUAN TIDAKPUNYA WALI DAN TIDAK BISA KE HAKIM
PERKAWINAN PEREMPUAN YATIM ……………………………..
IJAB QOBUL DENGAN AQID …………………………………………
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………..
BAB I
PENGERTIAN DAN SYARAT WALI
A.PENGERTIAN
WALI
Wali adalah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada oranglain
sesuai dengan bidang hukumnya. Wali
ada yang umum dan yang khusus. Yang khusus , ialah berkenaan dengan dengan
manusia dan harta benda. Disini yang dibicarakan wali terhadap manusia, yaitu
masalah perwalian dalam perkawinan. Jumhur
ulama’ berpendapat seperti ; Malik .Tsauri Laits, dan Syafi’I berpendapat bahwa
Wali dalam pernikahan adalah ahli waris tetapi bukan paman dari ibu,bini dari
ibu,saudara seibu dan keluarga dzawil arham. Syafi’I berkata : (“nikah seorang wanita tidak dapat dilakukan ,
kecuali dengan pernyataan wali Qorib (dekat). Jika ia tidak ada , dengan wali
yang jauh . dan jika ia tidak ada , dengan hakim.”. Laki-laki boleh mengawini perempuan yang
berada dalam perwaliannya tanpa menunggu persetujuan wali lainya, asal saja
perempuan tersebut rela menjadi isterinya. Dari sa’id bin abi khalid dari ummu
hukais binti Qaridh, ia berkata kepada Abdur Rahman bin Auf ; lebih dari
seorang yang telah datang meminang saya. Karena itu kawinkanlah saya dengan
salah seorang yang engkau sukai. Kemudian Abdur Rohman bertanya; juga berlaku
bagi saya?” ia menjawab ; ya. Lalu kata Abdur Rohman:”kalau begitu aku kawinkan
diriku denganmu.”
B.SYARAT
–SYARAT WALI
Adapun
syarat-syarat wali ialah;
1.merdeka,
2.berakal
sehat
3.dewasa,
budak,
orang gila dan anak kecil tidak dapat menjadi wali, karena orang-orang tersebut
tidak berhak mewalikan dirinya sendiri apalagi terhadap orang lain.
4. untuk
menjadi wali adalah beragama islam, jika yang dijadikan wali tersebut orang
islam pula sebab yang bukan islam tidak boleh menjadi walinya orang islam .
Allah telah berfirman:
Yang
artinya :
“dan Allah tidak akan sekali-kali memberikan jalan kepada
orang kafir menguasai orang-oarang mukmin.”(An-Nisa’;141)
Seorang wali tidak disyaratkan adil. Jadi seorang yang durhaka tidak
kehilangan hak menjadi wali dalam perkawinan, kecuali kalau kedurhakaannya
melampaui batas-batas kesopanan yang berat. karena
wali tersebut jelas tidak menentramkan jiwa orang-orang yang diurusnya, karena
itu haknya menjadi wali menjadi hilang. Banyak
ulama’ berpendapat bahwa seorang wanita tidak boleh mengawinkan dirinya sendiri
atau orang lain . jadi perkawinan yang diwalikan oleh wanita adalah tidak sah.
Karna wali menjadi syarat sahnya ‘aqad, sedangkan yang menjadi ‘aqid adalah
wali itu sendiri. Mereka beralasan ;firman Allah
Yang artinya :
“hendaklah kamumkawini orang-orang yang meranda diantaramu
dan orang-orang yang shaleh diantara hambamu yang laki-laki dan hambamu yang
perempuan” (An-Nur; 32)
Dan
didalam surat Al – Baqarah yang artinya :
“Dan janganlah kamu nikahkan wanita-wanita mukminat dengan
pria-pria musyrik sebelum mereka beriman “ (Al-Baqoroh :221)
Inti alasan pada kedua ayat tersebut adalah bahwa Allah menyerahkan perkara
perkawinan kepada fihak pria dan bukan kepada kaum wanita . jadi seolah-olah
Allah berfirman;”wahai para wali ! janganlah kamu kawinkan wanita-wanita yang
kamu urus dengan pria-pria yang masih musyrik
Hadits yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Hiban dan Hakim
dan di sahkan keduanya yang artinya :
“Dari abu musa , sesungguhnya Rosulullah saw . bersabda ;
“tidak sah nikah tanpa wali.”
( HR. Ahmad, Abu daud, Tirmidzi, Ibnu Hiban dan Hakim dan di
sahkan keduanya)
Pernyataan tidak sah dalam hadis ini maksudnya “tidak sah”, yang
merupakan arti terdekat darimpokok persoalan ini.jadi nikah tanpa wali adalah
batal, seperti yang akan disebutkan dalam hadis ‘Aisyah berikutnya.
B.MACAM-MACAM WALI
WALI MUJBIR
Bagi orang yang kehilangan kemampuannya, seperti orang gila, anak-anak
yang masuh belum mencapai umur tamyiz boleh dilakukan wali mujbir atas dirinya
, sebagaimana dengan orang - orang yang kurang kemampuannya, seperti anak-anak
dan orang yang akalnya belum sempurna , tetapi belum tamyiz (abnormal). Yang
dimaksud dengan wali mujbir yaitu seorang yang berhak meng’aqadkan orang yang
diwalikan diantara golongan tersebut tanpa menanyakan pendapat mereka lebih
dahulu. Dan aqadnya berlaku juga bagi orang yang diwalikan tanpa melihat ridho
atau tidaaknya .
WALI
HAKIM
Wewenang wali berpindah ke tangan hakim , apabila; 1.ada
pertentangan di antara wali-wali
2.bilamana walinya tak ada dalam pengertian mereka meninggal atau
hilang atau karma gharib. Jika
perempuan dan laki-lakinya tak mau menanti, tak ada alas an untuk mengharuskan
mereka menanti. Dalam sebuah hadis disebutkan;
Yang artinya :
“tiga perkara yang tidak boleh ditunda-tunda yaitu: sholat
bila telah datang waktunya, jenazah bila telah siap, dan perempuan bila ia
telah ditemukan pasanganya yang sepadan.”
(HR.Baihaqi dan lain-lain dari Ali r.a.)
C.GHARIBNYA
WALI
Jika wali terdekat memenuhi syarat-syarat hadir dalam upacara “aqad-nikah
tersebut maka wali yang jauh yang juga sama-sama hadir pada waktu itu tidak
berhak menjadi wali . misal ; ayah hadir maka saudara laki-lakinya tidak dapat
menjadi wali. Bila
wli terdekatnya gharib sedang peminang tak mau menunggu lebihlama pendapatnya
maka hak perwaliannya berpindah dengan wali berikutnya. Hal ini agar tidak
menyebabkan terganggunya kemaslahatan dan apabila wali yangyang gharib telah
datang kemudian, ia tidak mempunyai hak untuk membatalkan tindakan wali
pengantinya yang terdahulu . karna keghoribanya dipandang sama dengan ia tidak
ada. Karena itu hak perwalian berpindah ke tangan wali berikutnya .pendapat
mahzab hanafi. Dari pendapat syafi’i “bahwa apabila
perempuan yang di’aqadkan oleh wali yang lebih jauh , sedang wali yang lebih
dekat hadir , maka nikahnya batal . jika walinya yang lebih dekat gharib, wali
berikutnya tidak berhak meng’aqadkannya dan yang meng’aqadkanya ialah hakim
Dalam “Bidayatul Mujtahid” dikatakan bahwa mengenal masalah ini imam malik
sendiri mempunyai beberapa pendapat .
Pertama; jika walinya yang lebih jauh meng’aqadkan padahal wali yang
lebih dekat
hadir maka
pernikahan itu dibatalkan . Kedua;
nikahnya sah Ketiga;
wali yang lebih dekat berhak menerima dan membatalkan.
DIAKADKAN
2 ORANG WALI
Jika seorang perempuan diakadkan oleh dua orang wali baik kedua akad itu
sama waktunya atau berlainan . dan jika keduanya akadnya sama waktunya maka
akadnya batal . jika berlainan waktunya maka si perempuan menjadi istri yang
pertama mengakadnya . dan ia harus dikembalikan pada orang yang mengakadnya pertama.
Dari
samurah bahw Nabi saw. Bersabdah:
Yang artinya :
“siapa saja perempuan yang di’aqadkan /dinikahkan olrh dua
wali , maka ia jadi istri yang pertama dari antara keduanya”
(HR.Ahmad dan Ash-habussunan.Disahkan Oleh Tirmidzi).
PEREMPUAN
TIDAKPUNYA WALI DAN TIDAK BISA KE HAKIM
Qurtubi berkata ; jika perempuan yang tinggal ditempat yang tak ada
sultan dan tidakpula mempunyai wali , maka penyelesaianya dapat ia serahkan
pada tetanngganya yang dipercayai untuk mengak’aqadkanya Syafi’I
berpendapat seorang wanita yang ingim menikah dan ia tak punya wali maka di
bias mewalikanya apada seseorang dan itu dibolehkan maka kedudukanya sama
dengan walihakim.
PERKAWINAN
PEREMPUAN YATIM
Aisyah , Ahmad, dan Abu Hanifah. Berpendapat seorang wanita yatim dapat
dinikahkan sebelum ia balig dan yang melakukan ‘aqad atas dirinya adalah
wali-walinya tetapi ia berhak khiyar(menolak) jika telah dewasa Kalau
Syafi’I berpendapat mengawinkan perempuan yatim yang belum dewasa adalah tidak
sah . Rosulullah bersabdah: “perempuan yatim hendaknya dimintai persetujuan”
sedangkan persetujuan itu ada perundingan sedangkan berunding dengan anak kecil
dianggap tidak adagunanya.
IJAB
QOBUL DENGAN AQID
Jika seseorang menjadi wali bagi laki-laki dan perempuan yang akan nika,
maka ia boleh melakukan ‘aqadnya. Misalnya seorang datuk (kakek) mengawinkan
cucu laki-laki serta cucu perempuan. Atau juga seorang kuasa boleh berbuat
demikian
DAFTAR
PUSTAKA
-Sasiq,
sayyid. Fiqih sunnah, PT.Alma’arif bandung, 1990
-Uwaidah ,
syaikh kamil Muhammad. Fiqih wanita, pustaka Al-kausar Jakarta timur, 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar