Selasa, 05 Juni 2012

Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan


Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan - Document Transcript

                    I.            BAB I PENDAHULUAN
Filsafat Sebagai Ilmu Untuk Bertanya Filsafat pada dasarnya adalah perbuatan manusia dan tiap-tiap manusia akan berlaku sebagai filsuf pada waktu ia dalam kehidupan sehari-harinya menginsyafi (menyadari) akan tujuan hidupnya dan makna semua perbuatannya. Filsafat bukanlah suatu hikmah tersembunyi ataupun suatu ilmu yang sangat sukar. Andaikata seseorang belum mengenal istilah filsafat, orang itu dapat mewujudkan perilaku filsafati ataupun mempunyai watak filsafati. Namun ada perbedaan diantara suatu ilmu yang sulit dan filsafat yang dilaksanakan setiap manusia. Ilmu- ilmu mencoba merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memerlukan keahlian tertentu. Sedangkan filsafat tidak 1 Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni Untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11. bermaksud membentuk keahlian, melainkan untuk memperluas cakrawala pandangan manusia. Dalam filsafat terdapat dua aspek, yaitu ilmu sebagai jawaban terhadap pertanyaan, dan filsafat sebagai pertanyaan pada jawaban                                                                     Filsafat Karena filsafat bersifat pertanyaan pada jawaban, maka pertama- tama filsafat mendekatkan kembali manusia pada kenyataan yang lengkap. Contoh: apakah jatuh cinta boleh hanya dijelaskan sebagai proses kelenjar saja dalam ilmu kedokteran, atau sebagai kelakuan lahiriah saja dalam bidang Psikologi? Disini filsafat bertanya apakah ilmu spesialisasi menjauhkan kita dari kenyataan jika kita lupa bahwa pandangan sebuah ilmu adalah khusus dan sempit. Kedua, filsafat mengintegrasikan ilmu, dimana ilmu- ilmu yang terpisah seperti: Ilmu Alam memandang sinar-sinar yang dipancarkan elektro-magnetik. Ilmu Hayat berkata bahwa matahari terdiri atas tenaga cahaya yang dapat dipergunakan oleh sel-sel hijau untuk fotosintesis, yaitu untuk menyusun bahan ibid 2
organis. Antropologi kebudayaan memandang matahari sebagai symbol atau arti yang menguasai beberapa agama yang primitif. Dan filsafat bertanya: apakah ada beberapa matahari? Hanaya satu saja. Maka pertanyaan filsafati menunjukkan bahwa pengetahuan ilmiah itu tidak terpisah. Ini berarti filsafat memberikan integrasi, layaknya sebuah UNIVERSITAS, dibandingkan dengan MULTIVERSITAS                                                        Ilmu Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu- ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi kedalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup Ibid 3
pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu- ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat                              Ilmu sendiri berasal dari bahasa Arab “Ilm” yang berarti yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui                                                                                                                 Persyaratan ilmiah ilmu Pengetahuan ilmu atau ilmu pengetahuan (lazim disebut ilmu saja) bertujuan untuk “tahu secara mendalam”. Terdapat sejumlah persyaratan agar suatu pengetahuan layak disebut ilmu, dan persyaratan ini disebut ilmiah                                        Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigm ilmu- ilmu alam yang lahir terlebih dahulu.
a.) Obyektif. Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari Ibid. 4 Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu’ran, Grafindo, Jakarta, 1996, hal. Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Halaman                                                                              satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
b.) Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c.) Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
 d.) Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu- ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda demgan ilmu- ilmu alam mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu- ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula. Dengan demikian apabila pengetahuan hendak disebut ilmu, ia harus memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu: obyektif, metodis, sistematis, dan universal.

                 II.             BAB I I PEMBAHASAN

Pada bab pertama, telah dipaparkan bagaimana filsafat berlaku sebagai ilmu untuk bertanya, dan juga telah diulas dengan singkat persyaratan ilmiah suatu ilmu. Pada bagian pembahasan kita akan mengulas lebih dalam lagi filsafat ilmu dan filsafat ilmu komunikasi, serta membahas bagaimana bidang kajian komunikasi memenuhi persyaratan sebagai ilmu pengetahuan dan dinamakan ilmu komunikasi. a. Filsafat Ilmu Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pemikiran secara filsafati memungkinkan orang menganalisis segala sesuatunya dalam tiga wilayah yaitu “ada”, “pengetahuan”, dan “nilai” 7. Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, 7 Jakarta 2008. Halaman 20.

a.) Ontologi. Berada dalam wilayah ada. Berasal dari bahasa Yunani onto (ada) dan logos (teori) sehingga ontology dapat diartikan sebagai ilmu tentang ada. Dalam wilayah ini pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan adalah: apakah obyek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakan hakikat dari obyek itu? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, mengindra) yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?
      b.) Epistemologi. Berada dalam wilayah pengetahuan. Berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (teori) yang berarti teori tentang pengetahuan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya? Hal- hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar? (Filsafat Metodologi), apa yang dimaksudkan dengan kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? (logika).
c.) Aksiologis. Berada dalam wilayah nilai. Berasal dari kata Yunani axion (nilai) dan logos (teori) yang berarti teori tentang nilai. Pertanyaan di wilayah ini menyangkut antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan- pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika). Dari sini kita bisa melihat bahwa filsafat ilmu diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan dari segi cara-cara perolehan dan pemanfaatannya . Filsafat Ilmu Komunikasi  Ontologi Komunikasi dan Ilmu Komunikasi Berdasarkan sejarahnya, semenjak ada kehidupan di muka bumi komunikasi antar organisme yang hidup dilakukan untuk mengungkapkan kebutuhan organis melalui sinyal-sinyal Ibid
8 kimiawi. Seiring dengan kehidupan berevolusi, maka komunikasi juga. Sinyal-sinyal kimiawi primitif membuka perluang terjadinya perilaku yang lebih rumit, contohnya seperti tarian kawin pada ikan. Selain untuk seks, binatang berkomunikasi demi menunjukkan keunggulan. Sekitar 250 juta tahun yang lalu terjadi tahap penting dalam evolusi, yaitu adanya “otak reptil”. Otak ini bereaksi terhadap dunia luar hanya dengan memicu reaksi-reaksi fisiologis yang kita kenal sebagai “emosi”. Pada mamalia awal dan kemudian manusia otak lalu berkembang secara cemerlang, dimana otak reptil pemicu emosi ini dilapisi dengan segundukan sel otak tingkat “tinggi”. Otak reptil ini kemudian dinamakan system limbik, yang menentukan reaksi emosional dasar kita. Sistem ini dapat dipicu oleh panca indera seperti: penglihatan, bunyi, bau, kata , atau ingatan
 9. Pada manusia, emosi ini kemudian diungkapkan dalam bentuk bahasa untuk berkomunikasi. S. Langer berpendapat bahwa bahasa bermula sebagai tindakan Gonnick, Larry. Kartun (Non) Komunikasi, Kepustakaan Populer Gramedia 9 2007, Jakarta. Hal 12-29. emosional – ungkapan yang meluap-luap, yang menggugah hati para pendengarnya
10. Sehingga komunikasi dapat dikatakan sebagai jalinan yang menghubungkan manusia
11. Ilmu komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia. Hal ini disesuaikan oleh dua hal dimana
1) sesuai dengan obyek materianya yang berada dalam rumpun ilmu sosial maka ilmu komunikasi harus terjadi antar manusia
2) Ilmu komunikasi menggunakan paradigm dimana pesan disampaikan dengan sengaja, dilatarbelakangi oleh motif komunikasi dan usaha untuk mewujudkannya
12. Obyek material ilmu komunikasi adalah manusia dan tindakannya dalam konteks sosial
13, sementara obyek formanya adalah komunikasi itu sendiri sebagai usaha penyampaian Langer, S. Mind, An Essay on Human Feelings. John Hopkins Press, 1973, 10 Baltimore. 11 Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication, 2004. Albuquerque, New Mexico. Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 12 2008. Halaman 20. 13 Tebba, Sudirman. Filsafat dan Etika Komunikasi, Pustaka IrVan, Banten 2008. Hal 57.
pesan antar manusia                                                                                                          Epistemologi Ilmu Komunikasi Ilmu komunikasi sebagai ilmu sosial yang berada dalam rumpun empiris (paham yang menekankan pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan) dapat dikembangkan berdasarkan paradigm positivist (menyatakan bahwa ilmu dibangun berdasarkan fakta empirik sensual: teramati, terukur, teruji,  karenanya sangat kuantitatif) danàterulang, dan teramalkan  anti- positivist (ilmu menggunakan pendekatan kualitatif dan mencoba menyatukan obyek-subyek). Ilmu komunikasi berlatar positivist cenderung objektif, kebenaran ada pada objeknya. Sedangkan ilmu komunikasi berlatar antipositivist bersifat intersubjektif. Postivisme dan antipositivisme menurunkan jenis penelitian yang berbeda – penelitian komunikasi kuantitatif berlatar positivist yang obyektif, sedangkan penelitian komunikasi kualitatif lebih berlatar antipositivist Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 14 2008. Halaman 20.yang intersubyektif dimana kebenaran merupakan kesepakatan antar subyek menyangkut interpretasi atas obyek. Empat strategi pengumpulan dan pengolahan data penelitian yang utama:                                                                                                          Eksperimen: lazim digunakan pada penelitian kuantitatif dimana diciptakan situasi laboratories untuk mengontrol variabel secara ketat dalam melihat pengaruh antar- variabel yang diteliti.                                               Survey: dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui: siapa mereka, apa yang mereka pikir, rasakan, atau kecenderungan suatu tindakan. Survey lazim dilakukan untuk penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, survey lebih merupa pertanyaan tertutup, sementara dalam penelitian kualitatif berupa wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka.                               Analisis teks: penelitian dimana obyek yang dikaji adalah teks dalam pengertian luas. Analisis teks lazim dilakukan untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif.                                             Partisipasi-observasi: lazim dilakukan pada penelitan kualitatif. Dalam strategi penelitian ini, subyek peneliti menyatukan diri dengan subyek penelitain berikut obyek penelitiannya dalam kurun tertentu.                                                                                      Aksiologi dalam ilmu komunikasi Aksiologis mempertanyakan nilai: bagaimana dan untuk tujuan apa ilmu komunikasi itu digunakan. Penilaian ini menjadi terkait oleh nilai etis atau moral. Hanya tindakan manusia yang sengaja yang dapat dikenakan penilaian etis. Akar tindakan manusia adalah falsafah hidup: kesatuan nilai- nilai yang menurut manusia yang memilikinya memiliki derajat teragung yang jika terwujud ia yakin akan bahagia. Dalam aksiologi ilmu komunikasi pertanyaan utama adalah untuk tujuan apa praktisi komunikasi menggunakan ilmunya tergantung pada pokok jawaban atas pertanyaan pokok falsafah hidup individu
manusianya: apakah ilmunya akan digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat, atau sebaliknya? Demikian pula halnya dengan ilmuwan komunikasi, falsafah hidupnya akan menentukan dalam:
 (a) Memilih obyek penelitian
 (b) Cara melakukan penelitian
 (c) Menggunakan produk hasil penelitiannya.

BAB II I KESIMPULAN

 Kelayakan komunikasi sebagai ilmu Dalam menentukan apakah Komunikasi layak menjadi ilmu maka bab sebelumnya telah membahas syarat-syarat ilmu dalam kaitannya dengan komunikasi. Syarat ilmu antara lain menyatakan bahwa ia harus memiliki objek kajian, dimana objek kajian tersebut harus terdiri satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya. Secara ontologis obyek material ilmu komunikasi hanya mengkaji penyampaian pesan antar manusia. Penyampaian pesan kepada yang bukan manusia berada di luar obyek kajiannya. Pesan adalah segala hasil penggunaan akal budi manusia yang disampaikan untuk mewujudkan motif komunikasi, tanpa motif maka sesuatu tidak dinilai sebagai pesan, karenanya tidak berada dalam kajian ilmu komunikasi. Syarat ilmu yang kedua menyatakan bahwa ilmu harus bersistem, dimana obyeknya itu tersusun dalam satu rangkaian sebab akibat yang tersusun secara sistematis. Dalam komunikasi sistem ini digambarkan sebagai;  karena terdorong oleh àmengapa manusia menyampaikan pesan àmotif komunikasiDari mana datangnya motif komunikasi  karena adanya konsepsi kebahagiaan yang lahir dari naluri manusia sebagai paduan arah bertindak.Dari mana konsepsi  diturunkan dari falsafah hidupnya. Dari mana àkebahagiaan  datangnya falsafah hidup? Diturunkan dari peralatan rohaniahnya yang bekerja secara simultan yaitu: hati nurani, akal, budi, dan seperangkat naluri.Dari mana datangnya peralatan rohaniah  Dari manusia. Darimana àyang bekerja secara simultan   berhenti, bukan kajian ilmu komunikasi àdatangnya manusia  sebagai pencarian sebab mengapa manusia menyampaikan pesan. Syarat yang ketiga ilmu adalah adalah metodis, dimana harus tersedia cara tertentu untuk membangun suatu ilmu, dan metode ini berdasarkan metode ilmiah. Sesuai dengan latar filsafat ilmunya, ilmu komunikasi mengenal dua macam metode penelitian, yaitu kuantitatif- positivist dan kualitatif anti- positivist. Kedua metode penelitian dengan dasar filsafat masing-masing menurunkan cara membangun ilmu yang berbeda dengan tujuan yang juga berbeda. Ilmu komunikasi dengan latar postivisme mencari generalisasi dan obyektifitas universal, dimana hasilnya bebas nilai. Sebaliknya ilmu komunikasi berlatar antipositivisme mencari intersubyektifitas guna membangun ilmu secara ideografik, dan hasil penelitiannya justru terkait nilai. Syarat ilmu yang keempat adalah universalitas, hal ini berlaku untuk ilmu komunikasi bagi kuantitatif- positivis namun tidak berlaku bagi kualitatif- antipositivis karena mereka tidak berprentensi untuk membangun generalisasi universal. Kuantitatif positivis yang berlatar ilmu alam, system sebab-akibat cenderung mekanistis: setiap sebab menimbulkan akibat yang pasti, terduga, dan teramalkan, sebaliknya kualitatif- antipositivis, system sebab- akibat cenderung humanistis: setiap sebab belum tentu menimbulkan akibat yang sama dan tak terduga, karena sangat tergantung pada factor situasional dan kondisional yang ada. Misalnya, sebab X  membuat seseorang tertawa, disaat lain saat, sebab yang sama pada orang yang sama justru membuatnya menangis. Menggunakan pemaparan persyaratan ilmu, maka disimpulkan bahwa komunikasi merupakan ilmu karena memenuhi syarat- syarat ilmu pada umumnya, namun secara khusus tidak persis sama. Pengandaian ini membuat komunikasi meredefinisikan empat persyaratan ilmu dengan mencabangkan syarat yang keempat, dimana universalitas tidak diharuskan. Namun hal ini diperlukan agar ilmu komunikasi bisa berkembang dan menjadi otonom, karena persyaratan mekanistis tidak bisa diterapkan pada manusia seutuhnya. Hal ini dikarenakan otak manusia yang terus berkembang. Perkembangan ini mengakibatkan perubahan perilaku manusia dalam upayanya beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

1 komentar:

  1. Ilmunya bermanfaat banget gan bagi pemula seperti saya yg lagi belajar komunikasi. tq gan
    Baca juga Info Komunitas Online Megapolitan => Infonitas.com

    BalasHapus