Selasa, 05 Juni 2012

PESAN POLITIK : BERBAGAI BENTUK DAN JENIS



PESAN POLITIK : BERBAGAI BENTUK DAN JENIS

Tujuan Perkuliahan

                     Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu:
                menjelaskan makna pesan politik
                menyebutkan ciri-ciri pesan politik
                mengidentifikasi dan memberikan contoh berbagai bentuk dan jenis pesan politik
                menjelaskan penggunaan pesan politik.
                 
Kerangka Perkuliahan

                     POLITIK SEBAGAI PESAN
                     CIRI-CIRI PESAN POLITIK
                     POLITIK SEBAGAI HASIL KEGIATAN SIMBOLIK
                     PENGGUNAAN PESAN POLITIK

POLITIK SEBAGAI PESAN

                     Yang membuat seseorang dikategorikan komunikator politik adalah isi pesan yang mereka sampaikan berhubungan dengan politik.
                     Secara sederhana, kegiatan politik adalah kegiatan-kegiatan menyangkut kekuasaan, pengaruh, dan otoritas yang dilakukan manusia.
                     Dengan demikian, pesan politik adalah pesan-pesan yang disampaikan komunikator dalam rangka upayanya untuk:
                     mencapai, mempertahankan, dan memperbesar kekuasaan
                     mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan keinginan komunikator
                     memperlihatkan atau menunjukkan kekuasaan.
PARADIGMA HAROLD LASSWELL
Ilmuwan politik Harold Lasswell, mengemukakan bahwa cara yang mudah untuk melukiskan suatu tindakan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Who ———– siapa ?
Says what ———- mengatakan apa ?
To Whom ———- kepada siapa ?
With what channel ———- dengan saluran apa ?
With what effect ———– dengan akibat apa ?
Pertanyaan tersebut di atas  mengidentifikasi unsur-unsur atau komponen-komponen yang biasa terdapat pada komunikasi, yaitu : sumber atau komunikator, penerima (komunikan), pesan (message), saluran (channel) dan tanggapan atau effect. “Baik diuraikan dalam teori pengalihan informasi yang sangat canggih, maupun dalam pandangan sosiopsikologis yang provokatif, kelima dasar Lassewll ini menyajikan cara yang berguna untuk menganalisis komunikasi.” (Dan Nimmo, 1993 :13)
Meskipun demikian, memang rumus Lasswell bila digunakan sebagaimana adanya, agak terlalu sederhana untuk mengorganisasi pembicaraan mengenai komunikasi politik dan opini publik. Namun kiranya dengan sedikit memodifikasi, paradigma ini sudah memadai sebagai rujukan untuk membahas komunikasi politik.
Siapa komunikator politik, mengatakan apa dengan saluran apa, kepada siapa dan dengan akibat apa akan dibahas satu persatu setelah uraian apa itu komunikasi politik.
KOMUNIKATOR POLITIK (WHO)
Siapa Komunikator politik ?
Para komunikator politik, dibandingkan dengan warga negara pada umumnya,  suka ditanggapi lebiih sungguh-sungguh bila mereka berbicara atau berbuat. Sehubungan dengan itu, di sini kita akan mengidentifikasi tiga kategori para komunikator politik ini, kemudian akan meninjau unsur-unsur dan segi-segi pokok peran mereka sebagai pemimpin politik.
PEMBICARAAN/PESAN POLITIK (SAYS WHAT)
Satu hal yang menonjolkan seseorang sebagai “komunikator politik”, apakah pemimpin itu politikus, profesional atau warga negara yang aktif (aktivis) ialah ia berbicara politik. Kembali ke paradigma Harold Laswell, bagi komunikator  ini (who atau siapa) yang “mengatakan” (says what), maka pembicaraan tentang komunikasi politik “mengatakan “ (says what) itu berisi pembicaraan atau pesan-pesan politik.
Apa yang membuat sesuatu pembicaraan itu menjadi pembicaraan politik?
Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa salah satu definisi politik adalah “kegiatan orang-orang dalam mengatur perbuatan mereka dalam kondisi konflik sosial, yakni usaha untuk merundingkan penyelesaian perselisihan yang dapat mereka terima.” Negosiasi politik bertujuan mencapai pengertian bersama diantara pihak-pihak tentang apa makna syarat-syarat persetujuan yang diterima.
Menurut Davis V. J. Bell, ada tiga jenis kepentingan  pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik yang pasti dan jelas sekali politis, yaitu: pembicaraan kekuasaan, pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan otoritas. (Dan Nimmo, 1993: 75)
    1. Pembicaraan kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Kunci pembicaraan kekuasaan ialah bahwa seseorang mempunyai cukup kemampuan untuk mendukung janji  maupun ancaman, dan orang lain mengira bahwa pemilik kekuasaan itu akan melakukannya. Jadi, janji, ancaman, penyuapan dan pemerasan adalah alat tukar pada komunikasi kekuasaan berdasarkan pada kemampuan memanipulasi sanksi positif atau negatif.
    2. Pembicaraan pengaruh tanpa sanksi-sanksi seperti tersebut di atas. Memberi pengaruh (karena prestise atau reputasinya) dengan berhasil memanipulasikan persepsi atau pengharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi. Pada komunikasi pengaruh alat tukar komunikasinya ialah nasihat, dorongan, permintaan dan peringatan.
    3. Pembicaraan otoritas adalah pemberian perintah. Yang dianggap sebagai penguasa yang sah adalah suara otoritas dan memiliki hak untuk dipengaruhi. Sumber pengesahan sama dengan sumber otoritas, yaitu antara lain : keyakinan religius, sifat-sifat supernatural, daya tarik pribadi, adat , kebiasaan, kedudukan resmi, dll.
KHALAYAK KOMUNIKASI POLITIK (TO WHOM).
Dengan mengikuti paradigma Lasswell di bagian ini akan kita bahas mengenai “kepada siapa (to whom) pesan politik itu disampaikan” atau kita sebut saja dengan istilah khalayak Komunikasi Politik.
Khalayak adalah sejumlah orang yang heterogen. Mereka menjadi khalayak komunikasi politik segera setelah mereka “mengkristal” menjadi opini publik. Bagi Dan Nimmo, opini publik adalah abstraksi dari khalayak komunikasi politik.
Timbul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan opini publik itu. Sebelum sampai pada jawaban tsb., ada baiknya kita ketahui dahulu tentang pengertian opini. “Opini adalah tanggapan aktif terhadap rangsangan, tanggapan yang disusun melalui interpretasi personal yang diturunkan dari dan turut membentuk citra”. Atau secara sederhana, opini ialah tindakan mengungkapkan apa yang dipercayai, dinilai, dan diharapkan seseorang dari obyek-obyek dan situasi tertentu.” Tindakan tersebut bisa berupa pemberian suara, pernyataan verbal, dokumen tertulis, atau bahkan diam. Singkatnya, tindakan apapun yang bermakna adalah ungkapan opini.
Setiap opini merefleksikan organisasi yang kompleks yang terdiri atas tiga komponen : kepercayaan, nilai dan pengharapan.
Proses opini adalah hubungan atau kaitan antara (1) kepercayaan, nilai dan usul (harapan) yang dikemukakan oleh perseorangan di depan umum dengan (2) kebijakan yang dibuat oleh pejabat terpilih dalam mengatur perbuatan sosial dalam situasi konflik, yaitu dalam politik.
“Opini publik sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasaan dan usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas tercapainya ketertiban sosial dalam situasi yang mengandung konflik, perbantahan dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya”
SALURAN KOMUNIKASI POLITIK (WITH WHAT CHANNEL).
Saluran komunikasi adalah alat atau sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Ada tiga tipe utama saluran komunikasi politik, yaitu: saluran massa, imterpersonal dan organisasi.
Ada dua bentuk saluran massa, yaitu (1) komunikasi tatap muka, contoh: seorang kandiat politik berbicara di dalam rapat umum, dan (2) bentuk  kedua terjadi jika ada perantara yang ditempatkan di antara komunikator dan khalayak. Dalam bentuk ini media, teknologi, sarana dan alat komunikasi lainnya turut menyertainya. Misalnya pidato presiden melalui televisi. Kedua bentuk saluran komuikasi tsb. diatas merupakan tipe utama saluran yang menekankan komunikasi satu orang kepada orang banyak. Tipe ini oleh Dan Nimmo dinamakan komunikasi massa.
Tipe saluran berikutnya adalah saluran  komunikasi interpersonal atau antar personal, yaitu merupakan bentuk  hubungan seseorang kepada seseorang orang lain. Saluran ini pun bisa berbentuk tatap muka maupun berperantara misalnya menggunakan telepon. Misalnya dalam kampanye Pemilu seseorang kandidat memasang Hotline telepon yang memungkinkan pendukungnya bisa berbicara secara pribadi.
Akhirnya, saluran lewat manusia perangkat ketiga dalam komunikasi politik, yaitu komunikasi organisasi yang menggabungkan kedua tipe saluran tsb. di atas. Misalnya melalui sidang, kongres, edaran memorandum dll.
DENGAN AKIBAT APA (WITH WHAT EFFECT).
Berbagai ahli telah merangkum akibat potensial dari komunikasi politik dengan menggunakan kategori sbb:
  •  
    1. Akibat kognitif (menggugah kesadaran), yaitu dapat membedakan akibat politik jangka panjang dan akibat politik seketika. Konsekuensi komunikasi bisa menjadi dua dimensi; pertama, informasi awal menciptakan ambiguitas, kedua menyajikan informasi lebih rinci yang mengurangi dan memecahkan ambiguitas. Selain menciptakan dan memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, juga menyajikan bahan mentah bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial dan politik, dll.
    2. Akibat afektif (kecenderungan untuk suka atau tidak menyukai perubahan atas keputusan akibat komunikasi politik) Empat konsekuensi afektif yang potensial dari komunikasi politik, yaitu:
·          
    • bisa menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik.
    • bisa memperkuat nilai komunikasi politik
    • bisa memperkecil nilai yang dianut.
    • bisa memindahkan situasi orang dari persuai yang satu kepada persuasi yang lain.
  •  
    1. Akibat partisipasi,  keterbukaan terhadap komunikasi politik dapat mempengaruhi orang untuk secara aktif dalam politik, di pihak lain bisa menekan partisipasi politik yang akibatnya bisa:
  •  
    1. Primer, jika orang yang dipengaruhi itu melibatkan diri secara langsung dalam proses komunikasi politik.
    2. Sekunder, jika orang tidak terlibat langsung dalam komunikasi politik terpengaruh oleh perubahan pada orang yang terlibat.
Konsekuensi primer dan sekunder dari komunikasi politik itu sangat jelas dalam kampanye politik.
Nimmo menyimpulkan bahwa efek penting komunikasi politik, sosialisasi politik, partisipasi politik, mempengaruhi pemilihan umum dan mempengaruhi para pejabat dalam mengambil kebijakan politik.
CIRI-CIRI PESAN POLITIK

n  Ciri-ciri dari pesan politik sebagai berikut.

Kategori
Rumus
Kandungan Isi
Kekuasan
Jika Anda melakukan X, maka saya akan melakukan Y.
janji, ancaman, suap, pemerasan
Pengaruh
Jika Anda melakukan X, maka Anda akan (merasakan, mengalami …) Y.
nasihat, dorongan, permintaan, peringatan
Otoritas
Lakukan X.
Dilarang melakukan X.
paksaan

Ciri pertama komunikasi politik, dalam arti luas mengandung pengertian bahwa proses komunikasi tersebut dapat  berlangsung di setiap lapisan masyarakat melalui saluran apa saja yang dapat dipergunakan dan tersedia. Olehkarena itu para ilmuwan politik menganggap media massa (surat kabar, radio, TV, dan film) sebagai salah satu saluran melalui mana kegiatan komunikasi politik dijalankan. Saluran tata muka dianggap sama pentingnya dengan saluran media massa . Hal ini terlihat dari konsep Almond dengan kawan-kawannya tentang komunikasi sebagaimana telah disinggung terdahulu.
Masalah yang timbul dalam studi komunikasi politik menurut versi ilmu politik adalah bahwa studi komunikasi  politik tidak berkembang dengan baik di dalam ilmu politik, meskipun para ilmuwan politik mengkaji sosialisasi politik, partisipasi politik dan peranan organisasi politik yang pada hakekatnya merupakan bidang kajian komunikasi politik.
Ciri yang kedua dari studi komunikasi politik adalah pentingnya pandangan yang mengatakan bahwa arus komunikasi politik adalah arus dua arah: ke bawah, yaitu dari penguasa politik/pemerintah kepada rakyat; dan ke atas, yaitu dari rakyat kepada penguasa politik/pemerintah.
Ciri studi komunikasi politik versi ilmu politik semakin penting artinya, karena penekanan yang diberikan kepada peranan media massa, yang berarti dari atas ke bawah.
PESAN POLITIK SEBAGAI HASIL KEGIATAN SIMBOLIK

                     Kegiatan simbolik adalah kegiatan menyusun makna dan tanggapan bersama terhadap lambang-lambang referensial dan kondensasional dalam bentuk kata, gambar, perilaku.
                     Sama halnya di bidang-bidang lain, di dalam politik pun orang mengamati berbagai objek dalam bentuk tanda, isyarat, dan petunjuk.
                     Mereka mengintrepretasikan objek-objek itu dengan cara-cara yang bermakna, dan dengan demikian membentuk citra mental tentang objek-objek tersebut.
                     Mereka bertukar citra-citra atau makna-makna itu melalui lambang-lambang.
                     Proses demikian digambarkan C.K. Ogden dan I.A. Richards sebagai berikut.













                     Lambang-lambang politik biasanya merupakan paduan dari lambang referensial dan kondensasional.
                     Perbedaan di antara keduanya adalah:
                Lambang referensial memiliki makna denotatif.
                Lambang kondensasional memiliki makna konotatif.
SPEAKING cara mudah untuk mengingat.
SPEAKING adalah huruf-huruf akronim dari : Setting, Participate, Ends, Act sequence, Keys, Instrumentalities, Norms, Genres. Pergeseran unsur manapun menurut Dell Hymes, bisa menunjukkan perubahan tujuan, strategi atau maksud wacana politik.
    1. Setting atau scene (suasana); komunikasi terjadi dalam periode, tempat dan lingkungan khas; ia bisa formal atau informal, suram, ceria dsb. Suatu ucapan di dalam sebuah setting bisa diinterpretasikan berbeda dalam setting yang lain.
    2. Participants (peserta); setiap pihak menanggapi suatu pesan yang diberikan, dengan penuh makna. Misalnya tambahkan seseorang partisipan, maka makna bersama tentang sesuatu pesan yakni lambang signifikan akan berubah.
    3. Ends (tujuan) ; Pembicaraan politik biasanya mengharapkan suatu hasil sebagai pusat perhatiannya, suatu tujuan yang dipillih dalam pikiran pesertanya. Suatu pergeseran dalam tujuan dapat mengubah makna dan tanggapan terhadap pesan.
    4. Act sequence (urutan tindakan) ; Komunikasi diskursif (berpindah-pindah atau melompat-lompat) tertulis dan lisan serta bentuk umum bahasa non-diskursif terjadi sebagai urutan ucapan dan tindakan,. Gangguan pada urutan itu dapat mengacaukan tanggapan yang bermakna.
    5. Key (kunci) : mengacu kepada jenis vokal dan fasial dari pernyataan non-verbal. Hal-hal seperti nada dan tingkah laku dapat mendukung atau  bahkan meniadakan isi verbal suatu pesan.
    6. Instrumentalities (instrumentalitas) : ini mengacu kepada tipe bahasa suatu komunitas bahasa. Ia dapat menyiratkan suatu jargon khusus dari suatu kelompok.
    7. Norms (norma) : Kaidah-kaidah yang tidak diucapkan menentukan komunikasi – jarak ketika orang bertatap muka, hubungan pandangan diantara mereka, kaidah tata bahasa, dan sebagainya.
    8. Genres (genus) : Mengacu kepada kategori-kategori tindakan komunikasi – pidato, do’a, guraman, peribahasa, penyelidikan, ucapan salam, ucapan perpisahan dsb. Misalnya istilah “kawanku sebangsa” adalah genus ritualistik yang dinyatakan untuk mengidentifikasikan bahwa si pembicara sebagai “salah seorang anak” bangsa itu.


PENGGUNAAN PESAN POLITIK

                     Dalam menyampaikan pesan, komunikator politik menggunakan bahasa (lambang) dengan membuat struktur dan memberikan pembatasan demi kepentingan mereka.
                     Berikut ini adalah bentuk-bentuk pesan yang digunakan para komunikator politik setelah melalui proses seperti dikemukakan di atas.
                     Jaminan Semu
                     keamanan terkendali
                     pers yang bebas tetapi bertanggung jawab
                     boleh kritik asal membangun
                     Eufemisme
                     rawan pangan
                     suhu politik memanas
                     prasejahtera

                     Puffery
                Demokrasi akan membebaskan kita dari keterpurukan.
                Negara kita melimpah dengan sumber daya alam.
                     Metafora
                Perang melawan kebodohan dan kemiskinan
                Politik dagang sapi

                     Sacred
                Demokrasi Pancasila
                Pembangunan
                     Mitos
                Islam ancaman terhadap Barat.
                Barat tidak akan pernah membiarkan Islam maju.
                Kita menunggu datangnya Satrio Piningit/Ratu Adil.
 Sedangkan menurut Edelmam menulis: “Diantara makhluk hidup, hanya manusia yang merekontruksi kehidupan masa lalunya, mempersepsi kondisi masanya sekarang, dan mengantisipasi masa depannya melalui lambang-lambang yang mengikhtisarkan, menyaring, memadatkan, mendistorsikan, memindahkan, bahkan menciptakan apa yang oleh inderanya dijadikan perhatiannya.”
Pembicaraan Politik Dilaksanakan Dua Cara Pokok:
  1. Jaminan. Para pemimpin politik menggunakan simbol-simbol untuk memberikan jaminan kepada rakyat bahwa masalah sedang diatasi, meskipun sebetulnya relatif kecil yang telah dicapai oleh kebijakan yang berlaku. Kepentingan swasta dan pemerintah menggunakan suatu variasi dari apa yang oleh Bentley disebut “Struktur pikiran bahasa” untuk memperbesar keuntungannya. Bentuk struktur pikiran bahasa yang banyak digunakan adalah:
  1. Eufemisme, yaitu istilah yang tidak ofensif sebagai pengganti istilah yang dianggap tegas secara ofensif. Maksudnya agar aktualitas yang jelek itu menjadi diterima secara lingualistik. Contoh: Penaikkan harga menjadi penyesuaian harga, sogokan menjadi sumbangan yang tak diminta, penjara menjadi rumah permasyarakatan, ditahan menjadi diamankan, dll
  1. Puffery. Kata ini berasal dari “to puff” yang berarti meniup, membesar-besarkan, atau menyatakan secara berlebihan masalah penilaian dan opini subyektif dalam menaksir selera keindahan, kesenangan, popularitas, keawetan, dan sifat-sifat serupa. Contoh di bidang periklanan : Bangsa kita adalah bangsa pelaut, bangsa kita adalah bangsa yang peramah di dunia, bangsa kita adalah bangsa yang pemberani buktinya merebut kemerdekaan cukup dengan semangat berjuang dan bambu runcing.
  2. Metafora. Metafora adalah piranti bahasa yang menerangkan sesuatu yang tidak dikenal dengan mengidentifikasikannya dengan sesuatu yang lebih langsung, jelas dan dikenal. Dalam pembicaraan politik, metafora meminta perhatian kepada hasil-hasil yang diinginnkan dari kebijakan yang diusulkan, sementara akibat-akibatnya yang kurang menguntungkan disembunyikan. Contoh: yang ditonjolkan hasil-hasil pembangunan, sementara korupsi dan kolusi tidak disinggung-singgung.
  3. Penggerak. Bentuk bahasa, kebijakan, lembaga dan tindakan para pemimpin politik melaksanakan fungsi kedua, yaitu melayani kepentingan pemerintah dan swasta dengan selubung jaminan publik. Mereka juga menggerakkan dan memobilisasi dukungan untuk bertindak. Contoh, pada sat-saat terancam : perang, krisis ekonomi, keadaan darurat, – imbauan untuk berkorban dapat membujuk warga negara untuk menerima atau mendukung. Mitos dan ritual adalah dua bentuk kata yang sangat penting dalam menggerakkan publik. Misalnya mitos tentang semangaat dan jiwa juang ’45, semangat dan jiwa orba .

Media Komunikasi sebagai Ajang Propaganda Politik
Dalam konteks ini, media dimaksudkan sebagai saluran komunikasi yang mampu menjangkau khalayak luas (media massa). Media cetak maupun elektronik yang memproduk informasi dan menyebarkannya secara massif kini semakin banyak jumlahnya. Demikian halnya kehadiran media online yang mampu menembus ruang dan waktu telah menjadi ajang segala aktivitas manusia bertransaksi informasi untuk saling memenuhi kepentingan.
Media komunikasi dalam fungsinya sebagai penyebar berita, pembentuk wacana, dan pada bagian lain media mampu melakukan framing terhadap suatu topik tertentu sehingga informasi yang dipublikasikan memiliki sarat makna ideologi politik yang menyertainya.
Memahami fungsi-fungsi tersebut, tidak menutup kecerdikan para politisi untuk berkiprah sekaligus memanfaatkan media komunikasi massa sebagai wadah untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan serta taktik politiknya guna meraih simpati seoptimal mungkin. Misalnya saja, dalam suasana pemilihan umum, media telah dijadikan alat untuk berkampanye guna meraup dukungan suara. Sedangkan dalam aktivitas politik sehari-hari - media dijadikan ajang untuk mempersuasi massa demi pencitraan (lembaga) politik atau aktor tertentu.
Ada tiga pendekatan persuasi politik, yaitu propaganda, periklanan dan retorika (Nimmo, 1993). Semua hal tersebut bertujuan (purposif), disengaja (intensional) dan melibatkan pengaruh; terdiri atas hubungan timbal balik antarorang dan menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai serta pengharapan pribadi.
Sementara itu Jacques Ellul, menyebutkan bahwa propaganda sebagai komunikasi yang digunakan suatu kelompok terorganisasi, ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi yang digabungkan dalam suatu organisasi.
Di tengah menurunnya citra partai beserta aktor atau pelaku politik yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan rakyat maka para politisi biasanya akan selalu berkelit untuk mempertahankan dukungan yang pernah diraih. Informasi-informasi yang dikemas dalam bentuk propaganda, periklanan dan info-info retoris akan terus mengemuka di media komunikasi, atau media yang konsumsi oleh berbagai kalangan – tak terkecuali media online yang bersifat interaktif (web 2.0) telah menjadikan ajang strategis guna meraih simpati publik.
Menghadapi fenomena demikian, setidaknya kita pun perlu mencermati sekaligus mencerdasi difusi pesan yang disampaikan melalui persuasi politik yang dikemas dalam berbagai rupa. Mempersepsi pesan-pesan politik tentunya perlu diawali dengan mengenali dan memahami makna apa yang terkandung dalam pesan itu sendiri. Jangan sampai kita terjebak pada kepentingan sepihak dan terlena oleh tawaran pesan yang menggiurkan namun cenderung tendensius.
Untuk itu, membincangkan propaganda politik sesungguhnya memerlukan pemahaman cermat terhadap berbagai aspek dalam sistem komunikasi politik, di antaranya: institusi politik, institusi media, khalayak, dengan segala karakteristiknya. Komunikator politik dapat disebutkan sebagai perencana aktivitas dalam mentransmisikan pesan-pesannya berupa informasi politik yang persuasif (meyakinkan) sehingga propaganda dapat membuahkan respons berupa dukungan politik dari khalayak seperti yang mereka harapkan.
PENUTUP
Rumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan politik luar negeri dalam memperjuangkan kepentingan nasional, dari  segi komunikasi politik memerlukan kecermatan dalam memperkirakan berbagai peluang dan tantangan. Perkembangan dunia internasional dan regional kadang-kadang diwarnai oleh kegiatan-kegiatan yang membuka berbagai peluang dan tantangan baru. Hal itu menuntut peningkatan kecermatan dan kemampuan dalam bentuk  komunikasi ppolitik antisipatif untuk mengikuti situasi dunia internasional secara regional dan global. Idealnya bahwa setiap peluang baru yang tersedia hendaknya disertai dengan inisiatif baru dan tantangan baru harus dijawab dengan kecanggihan konseptual.
Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan nasional yang meliputi kemampuan poilitik, kemampuan ekonomi, kemampuan sosial budayaa, kemampuan militer, kemempuan ilmu pengetahuan dan teknologi,  kemampuan administrasi pemerintah dan kemampuan diplomasi. Keberhasilan upaya mengembangkan inisiatif-inisiatif dan gagasan-gagasan konseptual baru dalam propaganda/komunikasi politik internasional tentunya tergantung pada kemampuan untuk meramu dengan tepat peluang-peluang dan tantangan-tantangan byang dihadapi berdasarkan tingkat kemampuan nasional yang dimiliki.
Indonesia secara geografis melihat dirinya bagian dari Pasifik khususnya Pasifik Barat Daya. Karena itu perkembangan-perkembangan lingkungan eksternalnya di Pasifik perlu diikuti secara cermat dan antisipatif. Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pergaulan internasional di Pasifik dan karenanya terpanggil untuk turut memainkan peranan dalam gelanggang politik internasional, khususnya di Ppasifik untuk mewujudkan stabilitas regional dalam rangka perdamaian dunia.
Dari segi komunikasi politik aktual-pragmatik, Indonesia perlu berupaya keras untuk meningkatkan kemampuan nasionalnya baik dari segi kuantitas maupun kualitas sehingga dapat memanfaatkan peluang dalam perkembangan terakhir di Pasifik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu faktor strategis yang dapat melibatkan orang-orang Indonesia ke dalam berbagai peluang kerjasama Pasifik masa kini dan masa datang.
Indonesia perlu membenahi sistem pendidikan, sistem penelitian dan sistem pelayanan kepada masyarakat secara lebih koprehensif sehingga dapat semakin kaya dalam data dan informasi tentang Pasifik. Hal ini penting untuk ikut berperan serta dalam berbagai bentuk pertukaran informasi dan pengalaman dalam arena internasional di Pasifik. Sehingga pada akhirnya orang-orang Indonesia menjadi cermat dan  obyektif dalam aktualisasi komunikasi politik potensial untuk memperjuangkan kepentingan nasional.


MAKALAH
PESAN POLITIK : TEKHNIK PENYAMPAIAN
DI SUSUN OLEH :
NAMA : MAHYUDI EFENDI
NIM      : ( 153 101 011 )
MATAKULIAH : KOMUNIKASI POLITIK
DOSEN :
Dr. Kadri, M.Si
JURUSAN :
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM ( KPI )
FAKULTAS :
DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
( IAIN ) MATARAM
2012

1 komentar: